Udara malam berhembus dingin, membarengi turunnya rintik-rintik hujan, membuat tidur Mario semakin nyenyak. Maklum, nikmat lelapnya malam ini adalah sebagai ganti rugi tidurnya semalam yang sangat tidak nyaman karena diteror bayangan-bayangan mimpi buruk.
Di luar sana , di tengah rintik hujan gerimis, di depan gerbang rumah Mario yang tertutup dan terkunci, seekor anjing Boxer tampak berdiri di atas kaki kekarnya. Pandangan matanya sayu menatap ke arah bangunan rumah. Sesaat ia melongokkan kepalanya ke sela-sela jeruji besi gerbang pagar, mencoba masuk ke dalam pekarangan. Tapi jangankan tubuh kekarnya, kepalanya saja tidak dapat melewati sela-sela jeruji besi itu.
Lelah dan putus asa berusaha, anjing Boxer itu kemudian bergelung di depan gerbang, namun ia segera bangkit dan berjongkok, guyuran rintik hujan membuatnya tak nyaman bergelung di sana . Ia berdiri lagi, dan kembali menatap sayu ke arah rumah. Sesaat ia melolong sedih.
Di dalam kamarnya, Mario menggeliat malas ketika telinganya sayup-sayup mendengar lolongan menyayat hati si anjing Boxer itu. Tiba-tiba matanya terbuka lebar. Ia mengenali suara lolongan itu, bahkan merasa sangat akrab dengan suara itu.
Robo! Itu suara Robo! Mario menyibak selimutnya, duduk sejenak di sisi ranjang seraya menggeleng-gelengkan kepalanya dan segera bangkit dari pembaringannya. Lalu berjalan berjingkat menuju jendela kamarnya. Namun tiba-tiba ia menghentikan langkahnya. Pikiran-pikiran berbau klenik itu kembali melintasi benaknya. Lagi-lagi, kata orang-orang yang sok tau masalah alam ghaib, konon, suara lolongan anjing di tengah malam itu menandakan bahwa hewan itu sedang melihat atau merasakan ada roh gentayangan yang sedang berada di sekitar tempat itu. Tapi buru-buru Mario membuang pikiran perusak mental itu. Rasa penasarannya akan nasib dan keberadaan Robo membuat ia menepis keraguan hatinya. Ia meneruskan langkah mendekati jendela kamarnya.
Mario menyibak gorden yang menutupi jendela. Jantungnya berdegup kencang. Robo, ya itu Robo! batinnya ketika melihat ke suasana temaram di luar bawah sana, tampak seekor anjing Boxer dengan tampang khasnya, yaitu rahang bawah menjorok ke depan, dan garis putih lurus dari kening hingga hidungnya. Keempat kaki bagian bawahnya juga bewarna putih, sehingga tampak ia seakan memakai kaus kaki putih.
Di bawah sana anjing Boxer yang dalam beberapa hari terakhir ini yang entah mengapa tiba-tiba seperti mendapat tempat di hatinya, sedang berdiri sambil melolong pilu di depan gerbang pagar rumahnya. Suara lolongan itu sama sekali tidak menakutkan terdengar di telinganya, malah ia seakan-akan bisa menangkap ada nada kesedihan yang mendalam dari lolongan anjing itu.
Mario menghidupkan lampu. Jam setengah dua. batinnya ketika melihat jam di dinding kamarnya. Lalu ia membuka pintu kamar dan melangkah perlahan menuruni tangga menuju lantai bawah. Sesampai di ruang tengah ia berniat memghidupkan lampu, tapi diurungkannya karena tidak ingin mengganggu suasana tidur keluarganya. Mario terus melangkah menuju ruang depan, entah apa yang mendorongnya sehingga muncul keberanian dalam dirinya untuk keluar rumah dan menghampiri Robo di luar sana .
Krek! Mario memutar kunci pintu depan, dan segera keluar rumah. Namun ketika sampai di pinggir teras ia berbalik lagi masuk ke dalam rumah. Begitu mengambil kunci gerbang di gantungan kunci di ruang tengah, ia bergegas lagi menuju ruang depan dan keluar rumah, terus melangkah mendekati gerbang pagar.
Mario berdiri di depan gerbang, menatap si anjing Boxer yang tiba-tiba menghentikan lolongannya, memandang sayu ke arah Mario. “Kasian, ngapain lo, ujan-ujanan di sini, Rob?” gumamnya iba.
Gue yatim-piatu sekarang, sebatang kara. Nggak ada lagi yang peduli nasib gue, hikz… Robo masih berdiri di depan gerbang. Gue laper banget nih, ada nggak yang bisa dimakan buat ngeganjel perut gue. Gue belum makan dari kemarin. Biasanya Pak Roy selalu ngejaga makan gue. Tapi sekarang, hikz…
Mario segera membuka gerbang. “Masuk, Rob, cepat! Ayo, ikut gue!”
Tanpa menyalak Robo menurut, segera berlari kecil menerobos celah gerbang yang terbuka. Makasih, lo udah biarin gue masuk. Gue nggak nyangka, ternyata lo orangnya baek, hikz…
Setelah mengunci gerbang, Mario mengajak Robo ke teras rumahnya. “Elo tunggu sini, Rob. Gue ambil makanan dulu. Lo pasti laper banget, kan ? Sebab gue yakin, nggak ada yang ngasih lo makan setelah Pak Roy nggak ada,” katanya sebelum berlalu masuk ke rumah dan terus menuju dapur.
Ho, oh, “gukz!” sahut Robo pelan sambil berjongkok di lantai teras. Tapi rupanya Robo tak tahan lagi, rasa lapar yang menyengati perutnya membuatnya nekat menyusul Mario masuk ke dalam rumah.
Mario sedang sibuk mengaduk-ngaduk nasi dengan sedikit lauk di dapur ketika tiba-tiba Robo muncul sambil mengibas-ngibaskan ekor pendek runcingnya.
“Wah, lo udah nggak sabaran lagi, ya, Rob? Ssst, tapi lo jangan bersuara, ya? Ntar bisa kacau kalo ketahuan sama Bonyok dan Opa gue, apalagi Elvi dan Pussy. Pokoknya lo kalem, ya?” kata Mario pelan. “Nih makan. Sorry gue cuma bisa ngasih lo makanan ini. Soalnya gue nggak tau menu lo kayak apa. Maklumin aja, sebelumnya gue nggak pernah melihara makhluk kayak lo,” lanjutnya sambil meletakkan bentangan koran yang berisi campuran nasi dan lauk.
Makasih bos, eh gue udah boleh manggil lo bos sekarang, ya? Nggak apa-apa bos, dalam keadaan kelaparan kayak gini, makan nasi campur tulang ikan kayak gini serasa makan fried chicken. Nyam-nyam… yummy bos, enak kok. Eh, bos nggak ikutan makan? Tapi nggak usah deh bos, gue laper berat nih. Nyam-nyam… Robo terus saja makan dengan lahapnya. Mario memperhatikan dengan antusias, senang melihat anjing itu menyukai hidangannya.
Kemudian Mario meletakkan sebuah baskom kecil berisi air di depan Robo ketika anjing itu telah menyantap habis makanannya. “Nih, minumnya, Rob. Sorry lagi, nggak ada susu, cuma air putih, mentah lagi. Hihihi…” katanya sambil cekikikan halus.
Nggak apa-apa bos. Bos udah baik kayak gini aja, udah buat gue terharu banget. Gue jadi ingat story waktu itu. Gue nyesel, maap, bos, maap… Robo segera menjilati air yang diberikan Mario.
Setelah Robo usai minum, Mario duduk di kursi meja makan sambil memperhatikan anjing itu. “Kemana aja lo selama dua hari ini, Rob?” celetuknya pelan.
Gue menghilang dulu buat sementara, bos. Gue nggak tahan menyaksikan kepergian jenazah tuan gue, jadi gue nongkrong aja di pos ronda sampai rombongan itu berangkat. “Gukz!” Salak Robo pelan.
“Kok malah gukz sih jawaban lo. Gue nggak ngerti, Rob. Hihihi…” Mario terkekeh geli.
Yah, bos ini gimana seh, bahasa doggie emang kayak gitu, bos. Tapi gue yakin, lama-lama bos juga pasti paham bahasa gue. Tapi… apa setelah malam ini bos masih mau nampung gue dan tetap jadi bos gue. “Gukz!” Robo menyalak pelan lagi. Menatap Mario dengan sorot mata penuh harapan.
“Huaaah!” Mario menguap beberapa kali, lalu melirik jam dinding. “Waduh, udah jam dua lewat! Gue harus tidur lagi nih kalo nggak mau terkantuk-kantuk besok di sekolah.”
Mario menatap Robo sesaat. “Elo gimana ya, Rob? Tidur di luar pasti dingin banget.”
Nggak apa-apa bos, udah biasa, kok. Dulu, siang, malam, ujan nggak ujan, gue biasanya juga berjaga di luar rumah Pak Roy. “Gukz!” Sahut Robo.
“Wah nggak bisa, Rob. Soalnya kalo lo, gue taruh di luar, ntar pagi pasti ketahuan keluarga gue. Kalo sekarang lo, gue suruh balik ke pos ronda, gue nggak tega, di luar masih ujan, malahan tambah lebat,” Mario berpikir sejenak. “Ok, Rob malam ini lo nginap di kamar gue aja. Tapi lo jangan ribut, ya? Kalem aja.”
Makasih bos, lo emang baek. “Gukz!” Sambut Robo senang.
“Good boy!” kata Mario sambil iseng menjawil kuping Robo. “Ayo ikut gue,” lanjutnya sambil melangkah menuju kamarnya di lantai atas.
Ok, bos! “Gukz!” Robo bergegas mengekori langkah Mario, melompati anak tangga dengan riang.
“Lo tidur di atas keset itu aja, ya? Biar lo nggak kedinginan,” kata Mario ketika membaringkan tubuhnya di ranjang.
Yup, makasih bos. “Gukz!” Robo segera bergelung nyaman di atas keset yang di tunjuk Mario. Wah, hangat juga bos. Huaaah… jadi ngantuk neh.
Mario baru saja mulai memejamkan matanya ketika mendengar suara terompet mampet dari keset di depan ranjangnya.
“Preeetz…” dan bau tak sedap segera mengisi rata ruangan itu.
“Robo! Lo ngepret, ya? Bau banget nih!” sungut Mario sambil menyelubungi mukanya dengan selimut.
Robo menegakkan kepalanya. Sorry bos, kelepasan. Maklum, dari kemarin perut gue cuma diisi sama angin. Begitu di pasokin makanan, anginnya kedorong keluar, deh. Jangan kuatir bos, cuma sekali ini aja. Gue bukan tipe doggie pengentut kok. Gue jamin bos, cuma malam ini aja. Kita hirup bareng-bareng aja ya bos, biar baunya cepat hilang. “Gukz!” Dan ia bergelung lagi, segera menyambut rasa kantuknya menyusul suara dengkuran Mario yang mulai bersahut-sahutan.
☺☺
Pagi-pagi sekali Mario bangun, dan langsung bergegas menyelundupkan Robo keluar kamarnya. Dengan susah payah ia menggendong tubuh kekar Robo yang dibungkusnya dengan handuk bekas. “Berat banget lo, Rob. Sebenarnya yang berat ini badan lo atau dosa lo, sih,” gerutunya sambil terus menggendong Robo menuruni tangga.
Yah, si bos. Ya badan gue lah bos. Gue bersih bos, nggak punya dosa. Soalnya gue nggak pernah ngusilin orang. Yaaa, kecuali story waktu itu, ketika bos nyolek limbah gue, tapi itu murni kesalahan si bos, bukan karena kesengajaan gue. En soal gue nguber bos sama teman bos tempo hari, kan semalam gue udah minta maap, bos. “Gukz!” salak Robo.
“Ssst, lo diam aja, Rob! Ntar, kedengeran sama yang lain bisa gawat,” kata Mario sambil merapatkan handuk bekas untuk lebih menutupi muka Robo.
Bos, ini handuk apa kain pel sih, bos. Baunya tujuh rupa gini. Gue jadi pengen bersin nih. Tapi Robo berusaha menahan gejolak bersin yang menggelitiki hidungnya. Ia tidak mau merepotkan bos barunya jika seisi rumah itu tahu kalau Mario telah menyelundupkan seekor anjing dalam rumah itu.
“Nah, aman lo sekarang Rob,” kata Mario sambil menurunkan Robo di depan gerbang pagar.
Tapi baru saja Mario memasukkan anak kunci untuk membuka pintu gerbang, tiba…
“Grrr…. Gukz! Gukz! Gukz!” Robo menyalak garang dengan telinga tegak.
“Meong… ngngng…meong…ngngng!!!” seekor kucing gemuk dengan bulu-bulu mengembang dan ekor mencuat ke atas juga menggeram tak kalah sengit di ambang pintu rumah Mario.
“Robo, diam!” teriak Mario berusaha meredakan salakan anjing itu. Si Pussy ngapain lagi nongkrong di situ, perasaan tadi nggak ada.
Situasi semakin kacau. Robo seakan tak mempedulikan peringatan Mario. Anjing itu terus saja menggeram dan menyalak hebat sambil melakukan gerakan maju-mundur. Pussy tidak mau kalah, sebagai hewan kesayangan salah satu penghuni rumah itu, ia merasa sedang berada di daerah kekuasaannya, dan kucing itu terus saja mengeong tajam.
Melihat situasi yang semakin sulit terkendali, Mario segera membuka gerbang dan menepuk punggung Robo. “Rob, keluar cepat!” suruhnya keras.
Robo seperti tersadar. Ia mematuhi perintah bos barunya itu, segera keluar dari pekarangan dan berdiri di depan gerbang. Ia sudah tidak menyalak lagi. Sorry bos, gue lepas kendali, soalnya kucing gembul itu memprovokasi gue. Ia menatap sayu ke arah Mario yang tertegun melihatnya.
“Rob, sekarang lo nongkrong ke pos ronda dulu. Ntar, sebelum ke sekolah, gue antar sarapan lo ke sana , ok?” kata Mario dengan suara melunak.
Siap bos! “Gukz!” sahut Robo seraya membalikkan badannya dan berlalu.
“Good boy!” seru Mario dan kembali menuju pintu rumahnya.
“Payah, lo, Pus. Coba aja lo sedikit akrab sama si Robo, ☺☺
Bersambung Ke Bagian 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar